Yang pertama adalah kebijakan fiskal. kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Kebijakan fiskal mempunyai berbagai bentuk. Salah satu bentuk kebijakan fiskal yang sedang marak adalah BLT. Banyak orang melihat BLT hanya bantuan kepada orang yang kurang mampu. Sebenarnya di balik itu ada tujuan khusus dari pemerintah. BLT diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat juga meningkat. dengan demikian permintaan dari masyarakat juga meningkat. Meningkatnya permintaan dari masyarakat akan mendorong produksi yang pada akhirnya akan memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia.
Kebijakan fiskal juga dapat berupa kostumisasi APBN oleh pemerintah. Misalnya dengan deficit financing. Deficit financing adalah anggaran dengan menetapkan pengeluaran > penerimaan. Deficit financing dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia. Yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat. Sayangnya, rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri.
Kebijakan yang kedua adalah kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah kebijakan dengan sasaran mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Jumlah uang yang beredar dapat dipengaruhi oleh Bank Indonesia. Selain dengan langsung menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar, mengatur jumlah uang yang beredar juga bisa menggunakan BI Rate. BI rate adalah instrumen dari pemerintah untuk acuan seberapa besar bunga simpanan jangka pendek, misalnya Surat Berharga Indonesia. Biasanya bank-bank umum akan menaikkan atau menurunkan suku bunganya seiring dengan naik atau turunnya BI Rate. Maka dari itu, saat BI Rate diturunkan, suku bunga kredit juga turun, sehingga biaya investasi ikut turun. Dari sini, diharapkan investasi meningkat.
Kebijakan moneter juga mengatur tentang giro wajib minimum, yaitu jumlah simpanan bank umum di Bank Indonesia yang merupakan sebagian dari titipan pihak ketiga. Saat ini giro wajib minimum sebesar 8 % dari titipan pihak ketiga.Kebijakan moneter juga berpengaruh dalam perdagangan internasional dengan mengendalikan tarif ekspor impor. jika tarif impor naik, dorongan untuk impor berkurang. Jika tarif impor turun, dorongan untuk ipmpor bertambah dan harga barang-barang impor menjadi lebih murah.
Satu lagi kebijakan yang dimiliki pemerintah Indonesia adalah kebijakan sektoral. Kebijakan ini menitik beratkan pada satu dari sembilan sektor perekonomian di Indonesia. Misalnya, di sektor pertanian pemerintah memberikan subsidi pupuk. Subsidi ini diberikan agar harga pupuk murah, dengan demikian pupuk akan terdorong untuk dipakai. Contoh lainnya adalah kebijakan di sektor industri. Di sektor ini pemerintah membuat kebijakan kawasan ekonomi khusus. Kawasan ekonomi khusus adalah kawasan yang khusus digunakan untuk pendirian industri. Misalnya, kawasan industri Cilacap, kawasan ini mempunyai hak khusus, misalnya di Batam impor bahan mentah tidak terkena pajak, sehingga hal ini akan mendorong produksi di sana.
Tetapi, dengan kebijakan-kebijakan diatas Indonesia belum mampu bersaing dengan negara-negara yang sedang berkembang lainnya. Hasil laporan Doing Business Bank Dunia, Indonesia
berada pada urutan 129, turun dua peringkat. Dibandingkan sesama negara Asean, Indonesia kalah
jauh dengan Singapura, yang berada di posisi teratas, Thailand (13), Malaysia (20), Brunei (88) atau Vietnam (92). Bahkan, berdasarkan kajian itu, menjadi entrepreneur di Papua New Guinea atau Mongolia, tampaknya jauh lebih mudah dibandingkan dengan di tanah air. Bayangkan saja, untuk memulai usaha secara legal di Indonesia, dibutuhkan setidaknya 11 prosedur, dengan waktu pengurusan mencapai 76 hari. Padahal di Thailand, untuk proses yang sama, hanya perlu 8 prosedur dengan waktu pengurusan 33 hari. Di Mongolia, hanya butuh 7 prosedur dan selesai dalam 13 hari kerja. Riset menunjukkan, biaya untuk memulai sebuah usaha di Indonesia mencapai 77,9% dari pendapatan per kapita. Padahal, di Mongolia hanya perlu biaya 4%, Thailand 4,9%, bahkan di Timor Leste hanya 6,6%. Artinya, biaya untuk menjadi wirausaha di Dili lebih murah, dibandingkan dengan
di Yogyakarta. Persoalan ketenagakerjaan di Indonesia juga dianggap mahal karena biaya yang harus disiapkan untuk memberhentikan tenaga kerja mencapai 108 kali upah mingguan pekerja, paling tinggi di kawasan Asia Pasifik.
Sumber : http://penxpower.wordpress.com/2009/02/20/berbagai-kebijakan-pemerintah-dalam-perekonomian-indonesia/
Sumber : http://penxpower.wordpress.com/2009/02/20/berbagai-kebijakan-pemerintah-dalam-perekonomian-indonesia/